Rencana perjalanan ini sebenarnya sudah kami rencanankan jauh-jauh hari, sempat tertunda beberapa waktu, dan akhirnya bisa terwujud di pertengahan bulan Januari 2014 ini.
Trip ke kawah Ijen dan pendakian gunung Argopuro ini mungkin akan menjadi pengobat rasa kangen akan gunung untuk beberapa tahun ke depan. Semoga besok, ketika saya ke tempat ini lagi, saya sudah bisa mengajak keluarga kecil saya.
Perjalanan ini saya lalui berdua dengan sahabat saya yang bernama Kun Geia. Bersama sohib saya ini, kehidupan tentang gunung dan alam yang sudah lama saya tinggalkan, hidup kembali. Tidak kurang ada lebih dari 10 pendakian kami lakukan dalam kurun waktu dua tahun.
Saya telah merencanakan perjalanan ini dengan matang, mulai dari jadwal, budget, transportasi, hingga logistik perjalanan. Kami berangkat dari Jogja Ahad sore tanggal 13 Januari 2014 menggunakan bus AKAS dengan tujuan Banyuwangi. Penggunaan bus saya pilih dengan pertimbangan bahwa kami akan sampai Banyuwangi di keesokan hari sehingga akses kendaraan menuju kawah Ijen akan lebih mudah, jika dibandingkan dengan kereta yang justru akan sampai di stasiun Banyuwangi di malam hari.
Trip to Ijen Crater
Senin, 14 Januari 2014, sampailah kami di terminal Banyuwangi pukul 07.00, setelah beristirahat dan makan pagi, kami selanjutnya memilih angkutan ojek untuk mencapai daerah Licin (sebuah tempat pabrik belerang). Di pabrik ini, kita dapat menumpang truk belerang menuju Paltuding (tempat pendakian ke kawah Ijen). Truk yang mengangkut belerang ini akan berangkat naik ke Paltuding dua kali dalam sehari, yaitu setiap jam 07.30 dan 13.30. Kami ikut truk yang ke dua, dan sampailah kami di Paltuding pada pukul 15.30 sore. Setelah melakukan registrasi, kami iseng-iseng untuk jalan-jalan ke kawah Ijen (yang sebenarnya pendakian ke kawah Ijen ditutup pukul 14.00) dengan resiko ditanggung sendiri. Pendakian di sore hari ini sangatlah sepi, hanya bertemu dengan beberapa penambang belerang di tengah perjalanan.
Pendakian ke Kawah Ijen tidaklah susah, dengan jalan yang lebar dan datar, untuk mencapai ke kawah hanya diperlukan waktu 1,5 jam saja. Di sore itu, puncak cukup cerah, dengan berbekal masker kami beranikan untuk turun ke kawah mendekati tambang belerang. Setelah berfoto dan menikmati pemandangan di kawah selama beberapa saat, serta menghirup sedikit gas belerang, akhirnya kami putuskan untuk turun. Ketika sampai di puncak kawah, waktu sudah menunjukkan pukul 18.00, dan suasana sudah mulai gelap, sehingga api biru (blue fire) yang terkenal di kawah Ijen ini mulai terlihat dengan jelas. Kami berhenti sejenak untuk menikmati dan mengabadikan keindahan api biru di kawah Ijen ini. Setelah beberapa saat kami pun langsung turun. Perjalanan turun tidaklah begitu lama, hanya diperlukan waktu sekitar 45 menit untuk sampai di Paltuding. Malam ini kami habiskan untuk berkemah di pondok yang berada di sekitar Paltuding bersama teman dari Jogja, setelah mengobrol dan menjalin keakraban, akhirnya kami pun memutuskan untuk tidur.
Pagi hari sekitar pukul 03.00, saya dibangunkan teman saya yang dari Jogja untuk ikut naik lagi ke kawah, dengan pertimbangan cuaca pada pagi hari tersebut cerah, saya pun menyetujui ajakan mereka untuk ke kawah dengan harapan bisa menikmati api biru dan sunrise di puncak kawah. Unfortunately, pagi itu kabut di puncak kawah cukup tebal, sehingga tidak bisa melihat sunrise dari puncak. Setelah menikmati pagi hari di kawah Ijen, saya memutuskan turun lebih dulu untuk packing. Sehabis packing dan berpamitan, kamipun melanjutkan perjalanan.
Tujuan perjalanan hari ini adalah mencapai pos pendakian Baderan, Situbondo. Setelah berdiskusi dengan orang-orang di sekitar kawasan Paltuding, mereka menyarankan untuk balik ke Banyuwangi, dan mencari angkutan ke arah Situbondo. Menurut saya itu, justru memutar jauh, walaupun dari sisi angkutan lebih mudah. Apabila melanjutkan ke arah utara melalui Bondowoso, angkutan hanya ada dari desa Sempol (desa yang paling dekat dengan Paltuding, jaraknya kurang lebih 9 km) itupun, nantinya hanya dengan menumpang truk sayur yang akan mengangankut sayuran ke Bondowoso. Untuk mencapai desa Sempol, kami ditawari Ojek dengan biaya 50 ribu per orang. Dengan mempertimbangkan budget, kami memutuskan untuk berjalan kaki ke desa Sempol. Setelah berjalan kurang lebih 3 km, kami berhenti di POS retribusi Perhutani untuk istirahat. Disana kami banyak ngobrol-ngobrol dengan bapak penjaga POS, dan seketika ada mobil yang melintas ke arah Bondowoso. Kamipun menanyakan untuk meminta tumpangan, dan beliau sangat senang hati memberikan kami tumpangan, tidak hanya sampai sampai Sempol, kami diantar langsung ke terminal Bondowoso dengan gratis. Dari terminal Bondowoso ini cukup banyak bus yang melalui Besuki, diantaranya adalah bus AKAS jurusan Surabaya yang kami tumpangi. Setelah perjalanan kurang lebih 1 jam, sampailah kami di kota Besuki, Situbondo. Kami turun di terminal Besuki pukul 14.00, selanjutnya kami berbelanja sebentar di pasar untuk memenuhi kebutuhan pendakian gunung Argopuro. Untuk menuju ke Baderan, saya memilih jasa Ojek dengan bayaran 35 ribu per orang.
Jalur menuju desa Baderan ini ternyata cukup jauh, dengan jalan yang berkelok-kelok naik. Kami sampai di Basecamp Baderan sore hari sekitar pukul 16.00. Setelah beristirahat dan mandi, saya mengurus SIMAKSI untuk pendakian ke-esokan harinya. Untuk mengurus SIMAKSI diperlukan KTP asli dan materai 6 ribu sebanyak 2 lembar, atau dengan membayar sebesar 30 ribu rupiah per kelompok SIMAKSI. Malam harinya, kami berdiskusi dengan pak Sam, mengenai rute pendakian, dan kamipun disarankan untuk menggunakan jalur potong kompas dari puncak langsung ke Camara Lima, dengan bermalam di hari ke dua di Savana Lonceng (pertigaan ke puncak), beliau mengatakan itu bisa menghemat sehari semalam, apabila bisa mencapai danau taman hidup siang. Setelah berdiskusi dengan matang, akhirnya saya dan Gerry memutuskan untuk mengikuti rute potong kompas tersebut, walaupun kami baru pertama kali ke gunung ini.
Tujuan perjalanan hari ini adalah mencapai pos pendakian Baderan, Situbondo. Setelah berdiskusi dengan orang-orang di sekitar kawasan Paltuding, mereka menyarankan untuk balik ke Banyuwangi, dan mencari angkutan ke arah Situbondo. Menurut saya itu, justru memutar jauh, walaupun dari sisi angkutan lebih mudah. Apabila melanjutkan ke arah utara melalui Bondowoso, angkutan hanya ada dari desa Sempol (desa yang paling dekat dengan Paltuding, jaraknya kurang lebih 9 km) itupun, nantinya hanya dengan menumpang truk sayur yang akan mengangankut sayuran ke Bondowoso. Untuk mencapai desa Sempol, kami ditawari Ojek dengan biaya 50 ribu per orang. Dengan mempertimbangkan budget, kami memutuskan untuk berjalan kaki ke desa Sempol. Setelah berjalan kurang lebih 3 km, kami berhenti di POS retribusi Perhutani untuk istirahat. Disana kami banyak ngobrol-ngobrol dengan bapak penjaga POS, dan seketika ada mobil yang melintas ke arah Bondowoso. Kamipun menanyakan untuk meminta tumpangan, dan beliau sangat senang hati memberikan kami tumpangan, tidak hanya sampai sampai Sempol, kami diantar langsung ke terminal Bondowoso dengan gratis. Dari terminal Bondowoso ini cukup banyak bus yang melalui Besuki, diantaranya adalah bus AKAS jurusan Surabaya yang kami tumpangi. Setelah perjalanan kurang lebih 1 jam, sampailah kami di kota Besuki, Situbondo. Kami turun di terminal Besuki pukul 14.00, selanjutnya kami berbelanja sebentar di pasar untuk memenuhi kebutuhan pendakian gunung Argopuro. Untuk menuju ke Baderan, saya memilih jasa Ojek dengan bayaran 35 ribu per orang.
Jalur menuju desa Baderan ini ternyata cukup jauh, dengan jalan yang berkelok-kelok naik. Kami sampai di Basecamp Baderan sore hari sekitar pukul 16.00. Setelah beristirahat dan mandi, saya mengurus SIMAKSI untuk pendakian ke-esokan harinya. Untuk mengurus SIMAKSI diperlukan KTP asli dan materai 6 ribu sebanyak 2 lembar, atau dengan membayar sebesar 30 ribu rupiah per kelompok SIMAKSI. Malam harinya, kami berdiskusi dengan pak Sam, mengenai rute pendakian, dan kamipun disarankan untuk menggunakan jalur potong kompas dari puncak langsung ke Camara Lima, dengan bermalam di hari ke dua di Savana Lonceng (pertigaan ke puncak), beliau mengatakan itu bisa menghemat sehari semalam, apabila bisa mencapai danau taman hidup siang. Setelah berdiskusi dengan matang, akhirnya saya dan Gerry memutuskan untuk mengikuti rute potong kompas tersebut, walaupun kami baru pertama kali ke gunung ini.
Pendakian Argopuro via Baderan-Bremi (Jalur Potong Kompas) -3 hari 2 malam
Hari ke - 1 (Rabu, 16 Januari 2014)
Gambar 1. Peta Pendakian Gunung Argopuro (Powered by Google Earth)
Pagi harinya, Rabu, 16 Januari 2014, pagi-pagi kami sudah siap untuk melakukan pendakian. Setelah makan pagi, kamipun diantar oleh Ojek motor untuk sampai Makadam (batas perkebunan penduduk) yang bisa menghemat waktu sampai 2 jam, sehingga diharapkan kami bisa mencapai Cikasur sebelum gelap. Pendakian di pagi itu cuaca cukup cerah berawan dan sesekali diselingi dengan kabut tebal membuat suasana mistis di pendakian ini. Kami berjalan cukup cepat, karena kami hanya berdua, dan kami bisa mencapai KM 4,2 (Mata Air I) dalam waktu kurang dari 2,5 jam. Setelah mengambil air, kamipun melanjutkan perjalanan menuju Pos Mata Air II. Setelah melewati beberapa punggungan bukit dan melewati hutan, sampailah kami di Pos Air II. Mata Air pada pos ini terletak di kanan jalan, dengan sedikit menuruni bukit ke arah aliran sungai. Air di Mata Air II ini cukup melimpah dan sangat bersih. Pukul 13.30, kami melanjutkan perjalanan menuju Cikasur. Di sepanjang perjalanan, akan melewati beberapa sabana serta keluar masuk hutan (sabana kecil, sabana besar, dan beberapa sabana di tengah-tengah hutan). Pemandangan di sepanjang jalan sangatlah indah, dengan padang rumput yang sangat luas, bunga yang berwarna-warni, serta burung merak yang sesekali terlihat dari kejauhan. Pos Cikasur terletak sekitar 2,5 jam dari Pos Mata Air II, setelah melewati jembatan dan beberapa sabana, sampailah kami di sungai Kolbu di Cikasur yang terkenal dengan banyaknya tanaman selada airnya. Campsite Cikasur terletak tepat diatas sungai Kolbu ini, dekat dengan reruntuhan bangunan jaman Belanda. Kami mencapai Cikasur sekitar pukul 16.00 sore, selanjutnya bergegas mendirikan tenda dan bermalam disini. Keadaan campsite Cikasur pada saat itu sangat sepi, hanya ada kami dan merak, serta ditemani kabut. Setelah memasak dan makan malam, kamipun bergegas untuk istirahat, karena dikeesokan harinya kami harus berangkat pagi-pagi sekali untuk mencapai Savana Lonceng dan Puncak. Rute menuju Cikasur ini sudah sangat jelas (Ikuti patok HM dan tanda marking), dengan jalan setapak yang relatif lebar. Untuk lebih jelasnya lihat Gambar 1 (Peta Pendakian).
Hari ke - 2 (Kamis, 17 Januari 2014)
Pagi-pagi sekali kami sudah bangun, sholat shubuh dan mulai memasak pagi. Setelah packing tenda dan perlengkapan, tepat pukul 9.00 kami pun berangkat menuju Cisentor. Perjalanan menuju Cisentor mengarah ke kanan dari jalan besar. Jalan lurus di campsite menuju Jember, sedangkan perjalanan ke Cisentor mengarah ke bukit di sebelah kanan campsite. Perjalanan ke Cisentor masih sama dengan sebelumnya, yaitu melewati beberapa padang sabana yang luas mengikuti patok HM yang ada disepanjang perjalanan. Rute ke Cisentor ini cukup panjang dan melelahkan, apalagi melewati sabana yang luas dan panas, serta jalan yang berkelok-kelok memutar beberapa bukit. Untuk mencapai Cisentor kami membutuhkan waktu kurang lebih 3 jam. Campsite Cisentor terletak di lembah bukit dengan pepohonan yang tinggi. Tidak jauh sebelum campsite Cisentor ada sungai kecil yang airnya sangat melimpah. Cisentor merupakan jalur pertemuan antara jalur pendakian Bremi dengan Banderan. Jalur dari Bremi tepat berada di belakang pondokan. Setelah bersistirahat beberapa saat, kami pun melanjutkan perjalanan menuju Rawa Embik.
Jalur pendakian ke Rawa Embik adalah kearah bukit diatas campsite Cisentor (jalur lurus dari Banderan, atau sebelah kiri dari jalur Bremi). Medan perjalanan ke Rawa Embik masih melewati beberapa sabana yang diselingi dengan pohon-pohon Edelweis. Di sepanjang perjalanan masih dapat dijumpai patok HM, walaupun tidak sampai Rawa Embik, jalur sudah cukup jelas. Setelah 2 jam perjalanan kamipun mencapai Rawa Embik. Rawa Embik merupakan padang sabana kecil dengan tanah yang sedikit datar. Di sini dapat digunakan untuk mendirikan sekitar 4 tenda. Pada umumnya banyak pendaki yang menggunakan campsite Rawa Embik ini untuk beristirahat dan mendirikan tenda, karena disini terdapat mata air terakhir sebelum mencapai puncak. Setelah mengisi full semua kantong air yang kami punya, kamipun melanjutkan perjalanan menuju Savana Lonceng. Jalur menuju Savana Lonceng ini mengarah ke kiri (ke atas bukit) dari jalur datang yaitu melewati bukit dengan beberapa bongkahan batu di sepanjang jalan. Track yang kami lalui perlahan mulai naik sangat terjal dan rapat, terkadang tertutup oleh semak-semak dan Edelweis, tetapi secara garis besar cukup jelas karena banyak terdapat marking di sepanjang perjalanan. Setelah sekitar 1 jam perjalanan (pukul 15.00) sampailah kami di Savana Lonceng. Kami pun bergegas untuk segera mendirikan tenda dan mempersiapkan pendakian ke 3 puncak di gunung Argopuro.
Gambar 2. Peta Pendakian di Wilayah Puncak Argopuro dari Sabana Lonceng (Powered by Google Earth)
Puncak pertama yang kami tuju adalah puncak Rengganis. Puncak ini dapat dicapai dengan perjalanan pendakian sekitar 15-20 menit yaitu dengan mengambil jalur ke kiri menuju bukit yang landai dari pertigaan di Savana Lonceng. Sebelum sampai puncak Rengganis, terdapat reruntuhan sisa-sisa kerajaan dewi Rengganis ini. Di sebelah kiri merupakan kawah yang terdapat petilasan Dewi Rengganis, sedangkan puncaknya berapa tepat di belakang reruntuhan tadi melewati bukit yang terjal. Puncak Rengganis tidak terlalu luas, hanya ditandai dengan tumpukan batu yang penuh dengan sesaji. Setelah mengabadikan pemandangan disekitar puncak, kamipun bergegas turun kembali lagi melewati jalur semula dan kembali ke pertigaan. Dari pertigaan Savana Lonceng kami mengambil jalur lurus (ke kanan dari Rawa Embik) menuju bukit yang terjal. Track menuju ke puncak Argopuro ini sangat terjal dengan kemiringan lebih dari 45˚. Perjalanan ke puncak Argopuro ini dapat ditempuh dalam waktu 15 menit dari pertigaan Savana Lonceng. Puncak Argopuro berupa tumpukan batu serta plat tanda yang menunjukkan puncak. Setelah beristirahat sejenak, kamipun lansung melanjutkan perjalanan ke puncak ke-3 yaitu ke Puncak Arca. Puncak Arca dapat ditempuh secara lansung dari Puncak Argopuro dengan mengikuti jalan menurun berkebalikan dari jalan datang. Hanya dibutuhkan waktu sekitar 10 menit untuk mencapai Puncak Arca. Di puncak Arca ini terdapat arca yang sudah hilang kepalanya. Dari puncak Arca untuk kembali ke Savana Lonceng dapat melalui jalur lurus turun ke bawah, atau kembali lagi melalui Puncak Argopuro. Pada jalur lurus turun ke bawah, perlu berhati-hati, karena jalur turun keaarah Sabana Lonceng tidak terlihat jelas, justru yang terlihat jelas adalah jalur ke arah bukit kecil dan buntu yang mengarah ke lembah. (Lihat Gambar 2). Jalur yang benar adalah setelah melewati dua cemara (kanan-kiri) ambil jalur ke kiri (bukan lurus). Jalur ini memang lebih kecil dibandingkan dengan jalur lurus, sehingga banyak yang mengira jalur ke Sabana Lonceng adalah yang lurus. Pada saat itu, kamipun sempat tersesat dan kebingungan, karena mengira jalur lurus adalah jalur yang benar. Jalan potong kompas (trabasan menuju pos Cemara Lima) berada di sebelah kanan dari puncak Arca, yaitu mengarah ke lereng bukit sebelah barat mengarah ke Danau Taman Hidup. Setelah tersesat beberapa saat, akhirnya kami dapat menemukan jalan yang benar dan kembali ke tenda kami di Sabana Lonceng. Malam itu kami bermalam di Sabana Lonceng dengan perbekalan air yang kami ambil dari Rawa Embik.
Gambar 3. Peta Jalur Trabasan (Potong kompas dari puncak Arca) (Powered by Google Earth)
Hari ke - 3 (Jum’at, 18 Januari 2014)
Pagi-pagi sekali kami sudah bangun dan memasak untuk mempersiapkan perjalanan ke basecamp Bremi. Target kami adalah harus mencapai Bremi sebelum jam 4 sore, karena Bus Akas dari Bremi ke Terminal Lama Probolinggo hanya ada 2 kali dalam sehari, yaitu jam 8 pagi dan 4 sore. Kami berangkat dari Sabana Lonceng pukul 8.00 pagi. Jalur yang saya lalui adalah jalur lurus dari pertigaan Sabana Lonceng menuju jalur turun dari puncak Arca. Patokan kami adalah jalur turun dari punggungan bukit puncak Arca (lihat Gambar 2). Jalur Trabasan ini terbilang sangat singkat jika dibandingkan jalur memutar balik melalui Cisentor. Untuk mencapai pos Cemara Lima dari Puncak hanya dibutuhkan waktu sekitar 1,5 jam, sedangkan apabila kembali melalui Cisentor dapat dipastikan kami harus melewatkan satu malam lagi di gunung Argopuro. Jalur turun ke pos Cemara Lima cukup jelas (ikuti marking), walaupun ada beberapa jalur yang sedikit longsor dan tertutup ilalang yang sangat tebal. Patokannya adalah lembah yang berada di bawah gunung Cemara Lima. Sekitar pukul 9.30, kami sudah mencapai Pos Cemara Lima, pos ini merupakan lembah dengan sungai mati dan tempat berkemah yang hanya cukup untuk satu tenda. Pos Cemara Lima ini merupakan pertigaan pertemuan jalur potong kompas, jalur ke Cisentor (ke kiri dari arah puncak), dan jalur ke Danau Taman Hidup (arah kanan dari puncak) (Lihat Gambar 3). Setelah beristirahat beberapa saat, kamipun langsung melanjutkan perjalanan ke Danau Taman Hidup. Jalur yang diambil adalah arah kanan naik ke punggungan bukit Gunung Cemara Lima.
Gambar 4. Peta Pendakian di Sekitar Danau Taman Hidup (Powered by Google Earth)
Track perjalanan yang kami lewati cukup lebat, dengan ilalang yang menutupi jalur pendakian. Setelah mencapai punggungan bukit, jalur kemudian mengarah turun melalui pinggiran jurang. Beberapa saat kemudian, kamipun mulai memasuki hutan yang sangat lebat dan ditumbuhi banyak lumut tetapi dengan jalur yang lebih datar. Daerah ini dinamai dengan Hutan Lumut. Di hutan ini jalur berkelok-kelok terkadang sering ditemui pohon yang tumbang di tengah jalan. Setelah melewati sungai kecil yang cukup deras, akhirnya kami sampai di Danau Taman Hidup sekitar pukul 11.30. Kamipun bergegas untuk berfoto ria dan beristirahat sejenak. Disini kami sedikit salah memprediksikan bekal air, karena air di Danau Taman Hidup dan sekitarnya tidak sebersih air-air di pos sebelumnya. Air di danau ini agak kotor dan tidak layak untuk dikonsumsi secara langsung tanpa dimasak. Tidak berlama-lama di daerah danau, kamipun lansung turun menuju Bremi. Lagi-lagi kami tidak dapat menemukan jalur yang tepat, kami sempat tersesat beberapa kali di jalur-jalur kecil di sekitar campsite Danau Taman Hidup. Jalur yang benar adalah agak naik ke atas kembali ke jalan semula dan hingga menemukan percabangan yang besar dan ambilah jalan ke kiri (Bremi) dari arah Danau. (Lihat Gambar 4). Kami sempat tersesat selama 1 jam di sekitar danau ini, karena tidak ada pendaki lain yang berada di danau ini untuk kami tanyai. Alhamdulillah, akhirnya kami dapat menemukan jalan yang benar. Kami pun segera bergegas untuk turun dengan cepat, karena kami harus mengejar bus ke Bremi. Setelah melewati hutan alam yang sangat lebat dengan beberapa pohon besar yang tumbang dan menutupi jalur utama, akhirnya sampailah kami ke hutan damar dan ke ladang penduduk. Akhirnya kami dapat sampai basecamp Bremi pukul 15.00. Di basecamp, kami beristirahat dan sholat sejenak sembari menunggu bus di berangkatkan.
Perjalanan dari Bremi menuju Probolinggo dapat ditempuh dalam waktu 1,5 jam, sebelumnya kami minta tolong ke kernet, ketika bertemu bus jurusan Surabaya dijalan, kami minta tolong untuk dioper langsung, karena tujuan bus Akas ini adalah terminal lama Probolinggo, bukan terminal baru. Tepat di pom bensin, ada bus jurusan Surabaya, dan akhirnya kami pun pindah bus. Kami sampai Surabaya sekitar pukul 20.00 malam, dan setelah istirahat dan makan malam, kami langsung tancap kaki mencari bus jurusan Jogja.
Overview :
- Jalur pendakian gunung Argopuro cukup jelas dengan tanda HM dan marking yang telah dibuat pendaki.
- Jalur rawan ada di jalur turun dari puncak Arca menuju Sabana Lonceng dan di daerah campsite danau Taman Hidup (Hati-hati).
- Sumber air bersih yang layak konsumsi secara langsung adalah di Mata Air I, Mata Air II, Sungai Kolbu (Cikasur), Rawa Embik dan beberapa mata air kecil di sekitar jalur trabasan dan punggung gunung Cemara Lima. Sumber Air di sungai Cisentor pada musim hujan agak keruh, sehingga perlu diendapkan dan dimasak terlebih dahulu. Sedangkan sumber air di sekitar danau Taman Hidup (baik itu yang berada di danau maupun sungai) perlu dimasak sebelum dikonsumsi.
- Angkutan menuju Basecamp Baderan dapat ditempuh dengan angkot (waktunya tidak pasti dan kalau malam sudah tidak ada), sewa mobil atau Ojek dari Besuki. Tips : dapat belanja kebutuhan pendakian di pasar Besuki.
- Angkutan bus dari Basecamp Bremi ke terminal Probolinggo hanya ada pukul 8.00 dan 16.00.
- Persiapkan semua peralatan sebelum mendaki, dan lebihkan bekal pendakian, karena track yang dilalui cukup jauh dan melelahkan.
- Gunakan sepatu gunung (bukan sendal) untuk pendakian - jalur sangat licin pada saat musim hujan.
Realisasi Butget
Kawah Ijen
Bus Akas Asri Jogja-Banyuwangi
Ojek Banyuwangi – Licin (Pabrik Belerang)
Pangkalan – Paltuding (truk Belerang)
Numpang mobil dari Paltuding – terminal Bondowoso
Argopuro
Bus terminal Bondowoso – terminal Besuki (Situbondo)
Ojek Besuki – basecamp Baderan
Ojek basecamp – patok desa (batas ladang)
Bus Akas Bremi – Terminal lama Probolinggo ( jam 8.00 dan 16.00)
Bus Terminal Probolinggo – Terminal Bungurasih Surabaya
Bus Eka Surabaya - Jogja
Logistik Pendakian
Tiket Masuk Kawah Ijen + kamera
SIMAKSI Argopuro per kelompok
Makan di jalan 6x @10.000
|
103.000
25.000
25.000
Gratis
30.000
15.000
35.000
40.000
15.000
15.000
87.000
@150.000
20.000
30.000
60.000
|
TOTAL DANA PERJALANAN
|
650.000
|
Galeri Foto :
Basecamp Baderan
Batas jalan desa
Pos Mata Air I
Mata Air I
Track menuju Pos Mata Air II
Turun ke tebing untuk mencapai Mata Air II
Sabana I
Sabana
Sabana
Alun-alun Besar
Sabana
Sungai Kolbu -Cikasur
Campsite Cikasur
Cikasur
Campsite Cisentor dari jauh
Sungai di Cisentor
Rawa Embik
Sabana Lonceng
Pertigaan di Sabana Lonceng (Ke kiri-puncak Rengganis, lurus agak ke kiri-puncak Arca, lurus agak ke kanan-Puncak Argopuro)
Puncak Rengganis
Tanda Puncak Rengganis
Puncak Argopuro
Danau Taman Hidup dari Puncak Argopuro
Gunung Semeru dari Puncak
Puncak Arca
Sabana Lonceng
Pos Cemara Lima (ke kiri - Cisentor, kanan - Hutan Lumut-Danau Taman Hidup)
Danau Taman Hidup
Hutan Damar